Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan, UTM Kritisi RUU KUHAP
“Sehingga ketika KUHAP diundangkan, prinsip sistem peradilan pidana dapat dipastikan sudah terpenuhi,” jelasnya.
Di tengah wacana revisi RUU KUHAP, muncul berbagai pendapat terkait kewenangan penyidikan. Beberapa pihak berpendapat bahwa kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, sementara yang lain ragu atau bahkan menolak kewenangan tersebut.
Salah satu poin krusial yang terus menjadi sorotan dalam RUU KUHAP adalah penghapusan tahap penyelidikan dalam proses hukum. Padahal, penyelidikan merupakan tahap awal yang sangat penting untuk menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke tahap penyidikan.
“Frasa dalam RUU KUHAP memiliki banyak tafsir. Di satu sisi, ada ketidakjelasan. Di sisi lain, kejaksaan memiliki kewenangan lebih luas. Namun, di sisi lain lagi, menurut saya, kejaksaan justru tidak dapat melakukan penyidikan, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor),” pungkasnya.
Diketahui, dalam RUU KUHAP Pasal 30B disebutkan bahwa kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap perkara pidana umum. Padahal, sebelumnya kewenangan tersebut hanya dimiliki oleh kepolisian.
Tak hanya itu, dalam Pasal 12 Ayat (11) juga diatur bahwa apabila laporan masyarakat kepada polisi tidak diproses dalam waktu 14 hari, maka masyarakat dapat melaporkannya ke kejaksaan, dan jaksa berhak melakukan tahapan penyidikan.
Ketentuan tersebut dinilai berpotensi mengikis kewenangan kepolisian, sehingga banyak pihak mendesak agar RUU KUHAP direvisi sebelum disahkan.