Duta Wisata Sumenep: Gagah di Panggung, Hilang di Lapangan

Kacong Cebbing Sumenep 2025
Sumber :
  • Bisron Ali

Sumenep – SUMENEP – Ajang Pemilihan Duta Pariwisata Kabupaten Sumenep 2025 atau Kacong-Cebbing kembali digelar. Namun, euforia yang menyertai panggung malam final tidak berbanding lurus dengan harapan para pelaku industri pariwisata. Kritik bermunculan dari kalangan pelaku usaha sektor pariwisata, terutama dari dunia perhotelan, restoran, dan biro perjalanan, yang menilai minimnya arah dan tindak lanjut terhadap ajang ini.

Ketua GP Ansor Jatim Apresiasi TNI: “Kepulauan Jadi Alarm Bahaya Jaringan Narkoba”

 

Alih-alih menjadi wadah kaderisasi talenta muda di sektor pariwisata, hasil Pemilihan Kacong-Cebbing dinilai terputus dari roadmap pariwisata daerah. Informasi mengenai proses seleksi, pembinaan, hingga pengumuman pemenang pun nyaris tak terdengar publik, bahkan tidak terpublikasi di media sosial resmi Dinas Pariwisata maupun Dinas Kominfo Sumenep.

Berhasil Amankan 43 KG S4bu, Babinsa Masalembu Terima Penghargaan Pangdam V Brawijaya

 

“Kami para pelaku usaha pariwisata tentu menunggu hasil Kacong-Cebbing. Tapi sayangnya, budaya dan penyelenggaraan kegiatan ini belum nyambung dengan kebutuhan dunia industri. Setelah terpilih, mau dibawa ke mana? Tidak ada roadmap yang jelas,” ujar Bisron Ali, Koordinator Wilayah ASPRIM Sumenep dan Wakil Sekretaris PHRI Sumenep, sekaligus pemilik Jawara Tour & Travel selama 15 tahun, pada Minggu (22/6/2025).

Temuan Mencurigakan di Pagi Hari, Koramil Masalembu Amankan 8 Bungkus Diduga Sabu-Sabu

 

Menurutnya, talenta-talenta muda hasil Kacong-Cebbing punya potensi besar untuk dikembangkan menjadi pemandu wisata (guide) atau tour leader (TL) profesional, bahkan bisa menembus pasar nasional maupun internasional. Sayangnya, minimnya arah kebijakan membuat potensi ini tak terkelola dengan baik.

 

“Tinggal poles dikit, mereka sudah bisa bawa tamu lokal atau mancanegara. Tapi ya itu, habis selempang, habis acara, ya selesai. Ini bukan sekadar seremoni. Pariwisata itu butuh aksi nyata,” tegas Bisron.

 

Ia juga menyayangkan minimnya transparansi informasi terkait kegiatan Kacong-Cebbing, mulai dari proses pendaftaran, tahapan seleksi, hingga malam puncak. Hal ini dianggap kontraproduktif dengan semangat promosi wisata yang diusung.

 

“Saya mau bantu publikasi ke media, tapi info seperti dikunci. Seolah jadi barang rahasia. Padahal potensi viral dan rating medianya tinggi. Ini kesempatan bagus yang sayangnya tidak dimaksimalkan,” keluhnya.

 

Menurut Bisron, ketidaksinambungan ini bukan hanya terjadi di level lokal. Bahkan dalam ajang nasional seperti Puteri Indonesia, hal serupa kerap terjadi. Setelah penobatan, tidak jelas arah pengembangan dan kontribusinya ke sektor terkait.

 

“Ini menyangkut SDM pariwisata. Kalau ada roadmap yang jelas, kami para pelaku usaha siap tampung, bahkan siap bayar mahal. Tapi kalau cuma jadi ikon pasang foto dan senyum di panggung, ya manfaatnya terbatas,” ujarnya.

 

Bisron berharap Pemerintah Kabupaten Sumenep, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dapat membenahi sistem dan membangun ekosistem yang sinkron antara ajang-ajang semacam ini dengan kebutuhan industri.

 

“Mungkin butuh tujuh turunan, tujuh tanjakan, dan tujuh kelokan sampai pemerintah paham pentingnya arah. Tapi kami tidak bisa menunggu selama itu. Dunia pariwisata butuh bergerak cepat, dan harus berbasis aksi, bukan simbolik semata,” pungkasnya.

 

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sumenep terkait roadmap lanjutan bagi para pemenang Kacong-Cebbing 2025.