Mo’amo’: Membangun Ketahanan Pangan Melalui Wisata Kuliner Lokal

Mo'amo'
Sumber :
  • Diaz Rizal S.TP

Sumenep – Perubahan budaya dan gaya hidup modern semakin menggeser eksistensi pangan lokal, termasuk di Indonesia. Popularitas makanan asing seperti kuliner Korea dan makanan cepat saji ala Barat membuat makanan tradisional kehilangan pamornya. Akibatnya, ketahanan pangan nasional menghadapi tantangan serius. Padahal, pangan lokal tidak hanya memiliki nilai historis tetapi juga berpotensi memperkuat ketahanan pangan jika dimanfaatkan dengan bijak dan berkelanjutan.

 

Di tengah modernisasi, Kabupaten Sumenep menjadi salah satu daerah yang masih mempertahankan warisan kulinernya. Salah satu makanan tradisional khas yang berpotensi menjadi alternatif pangan lokal adalah mo’amo’, hidangan khas Desa Bluto. Mo’amo’ dipercaya tidak hanya mampu mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga meningkatkan keberlanjutan produksi pangan, memperkuat ekonomi lokal, serta memperbaiki pola konsumsi gizi masyarakat.

 

Mo’amo’: Warisan Pangan Lokal yang Bernilai Gizi

 

Di Desa Bluto, mo’amo’ merupakan makanan khas yang biasa disajikan saat sarapan. Hidangan ini biasanya terbuat dari campuran ketan, sedikit garam, kelapa parut, serta bahan karbohidrat alternatif pengganti nasi seperti ubi jalar, kacang hijau, atau jagung yang dikukus hingga matang. Biasanya, mo’amo’ dinikmati bersama ikan pindang dan petis Madura, memberikan cita rasa gurih dengan sentuhan sedikit manis.