Warga Kangean: Kami Tidak Anti Migas, Tapi Kami Anti Ketidakadilan!
Sumenep – Gelombang penolakan terhadap kegiatan seismik di Pulau Kangean belakangan ini bukanlah bentuk anti terhadap industri migas. Warga Kangean menegaskan bahwa mereka mendukung pembangunan nasional, termasuk eksplorasi dan penambangan migas, asal dilakukan dengan kebijakan yang adil dan berpihak kepada masyarakat lokal, khususnya mereka yang terdampak langsung.
Badrul Aini, anggota DPRD asal Kepulauan Kangean, menyampaikan bahwa warga sangat memahami proses panjang eksplorasi migas — mulai dari survei seismik, eksplorasi, hingga eksploitasi yang bisa memakan waktu 4 hingga 7 tahun. “Kami tahu bahwa seismik sendiri bisa memakan waktu antara 4 hingga 6 bulan tergantung medan. Kami berharap semoga di Kangean memang ditemukan kandungan gas dan minyak bumi, agar bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya,” ujar Badrul.
Namun ia menegaskan bahwa ada catatan penting yang harus disepakati sejak awal:
1. Metode survei harus ramah lingkungan, tidak merusak ekosistem laut maupun darat. Teknologi yang digunakan harus mutakhir dan minim dampak ekologis.
2. Jika migas ditemukan, manfaatnya harus dirasakan sebesar-besarnya oleh warga Kangean. Misalnya, jika ada gas alam, maka harus digunakan untuk membangun industri lokal:
- PLN di Kangean harus beralih ke gas, agar bisa hidup 24 jam dan tarif listrik lebih murah.
- Bangun jaringan gas rumah tangga hingga ke dapur-dapur warga, khususnya untuk warga terdampak, bahkan digratiskan jika memungkinkan.
3. Dana CSR harus digunakan untuk kepentingan nyata masyarakat, bukan untuk segelintir elit:
- Bangun asrama pelajar Kangean di Sumenep secara gratis.
- Bangun bandara Kangean.
- Sediakan subsidi transportasi bagi warga yang sakit atau meninggal saat harus ke luar pulau atau sebaliknya.
4. Semua poin ini harus dituangkan dalam MoU resmi dengan pemerintah daerah sebelum kegiatan migas dimulai.
“Kalau semua itu disepakati, kami warga Kangean siap mengucapkan: Selamat datang untuk perusahaan migas!” Begitu juga sebaliknya, kalau hal seperti tersebut diatas tidak dituangkan dalam MoU, kami juga akan mimpin Aksi Demo Penolakan, kalau perlu Setiap hari." tegas Badrul Aini.
Senada dengan itu, Agus Salim, salah satu Kepala Desa di Kangean menambahkan bahwa warga sebenarnya tidak alergi terhadap survei migas. “Yang penting, ketika migas benar-benar ditemukan dan dieksploitasi, jangan sampai hasilnya tidak kembali ke masyarakat Kangean. Kita ingin ada perjanjian di awal. Libatkan semua elemen masyarakat, bangun industri di sini, serap tenaga kerja lokal. Jangan sampai kami hanya jadi penonton di tanah sendiri,” ucap Agus.
Ia menegaskan bahwa SDM di Kangean kini sudah banyak yang mumpuni, tinggal diberikan kesempatan dan kepercayaan. “Kami tidak anti kebijakan pemerintah. Justru kami ingin jadi mitra pembangunan. Tapi mari kita rumuskan dulu semuanya secara terbuka dan adil.”