Polemik 20 Hektare Lahan Laut Bersertifikat di Sumenep

Kisruh Sertifikat Hak Milik di Laut Desa Gresik Putih, Sumenep
Sumber :
  • Veros Afif MZ

Sumenep – Setelah publik dikejutkan dengan kabar ratusan hektare wilayah laut di Sidoarjo yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) sejak 1996, kini isu serupa mencuat di Kabupaten Sumenep. Laut di Desa Gresik Putih, Kecamatan Gapura, diduga memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang luasnya lebih dari 20 hektare. Sertifikat tersebut disebut-sebut diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumenep.

Anggota Polres Pamekasan yang Ditangkap Soal Kasus Penggelapan Terancam PTDH

 

Menurut Siddik, salah satu tokoh masyarakat Desa Gresik Putih, warganya menolak keras rencana reklamasi yang digagas oleh kelompok atau perusahaan tertentu dengan alasan untuk pembangunan tambak garam.

ke Madura, Wajib Menikmati Warisan Kuliner Nusantara 'Kaldu Kokot' Khas Sumenep

 

“Hingga saat ini, masyarakat kami masih berpolemik dengan rencana reklamasi tersebut. Sebagai nelayan yang bergantung pada laut untuk mencari nafkah, kami sangat menolaknya. Meski alasannya untuk tambak garam, kami akan terus menolak reklamasi ini,” tegas Siddik.

Diduga Gunakan Mobdin TNI AL, MK Dicegat Petugas Gabungan

 

Siddik juga menyoroti bahwa pihak yang mengklaim wilayah laut tersebut telah mengantongi SHM yang dinyatakan sah secara hukum. Hal ini, menurutnya, perlu diusut lebih lanjut oleh pihak berwenang.

 

“Kami meminta pemerintah, Polda Jawa Timur, dan Kementerian ATR/BPN untuk turun tangan agar kasus ini menjadi jelas. Kami hidup dari laut itu, dan kami ingin keadilan ditegakkan,” tambahnya.

 

Sejarah Penolakan Warga

 

Persoalan reklamasi di Desa Gresik Putih ternyata bukan isu baru. Penolakan warga terhadap pembangunan tambak garam di wilayah tersebut telah terjadi sejak lama. Berikut adalah kronologi konflik tersebut:

  1. Tahun 2013: Rencana reklamasi ditolak oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gresik Putih bersama masyarakat.
  2. Tahun 2018: Penolakan kembali dilakukan oleh masyarakat bersama Pemerintah Desa Gresik Putih.
  3. Tahun 2023–2025: Penolakan semakin intens karena investor didukung dan difasilitasi oleh pemerintah desa, meski masyarakat tetap menentang keras.

 

Pihak yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut bahkan beberapa kali menerjunkan alat berat untuk memulai reklamasi, tetapi selalu dihadang oleh warga.

 

“Selama laut ini menjadi sumber penghidupan kami, reklamasi ini akan terus kami tolak, sampai kapan pun,” tegas Siddik.

 

Harapan Warga

 

Masyarakat Desa Gresik Putih berharap pemerintah hadir untuk memberikan keadilan dalam polemik ini. Mereka menuntut transparansi atas penerbitan SHM yang dinilai tidak masuk akal, mengingat area tersebut adalah wilayah laut yang seharusnya tidak bisa dimiliki secara pribadi.

 

Dengan mencuatnya kasus ini, warga berharap konflik serupa tidak lagi terulang di masa mendatang, khususnya di wilayah pesisir yang menjadi sumber penghidupan banyak orang.