Makanan Bergizi Gratis Basi, Sekolah : Lebih Baik Anak Lapar Daripada Antri Di IGD

MBG di Bangkalan Madura terindikasi bermasalah
Sumber :

Bangkalan-, Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya jadi penyelamat perut anak sekolah, malah berakhir jadi bahan lelucon pahit di Kabupaten Bangkalan. Alih-alih menyehatkan, menu yang disajikan justru basi, beraroma tak sedap, dan hampir membuat siswa jadi “korban eksperimen gizi darurat”. Untungnya, pihak sekolah sigap menghentikan distribusi sebelum ratusan siswa jadi pasien puskesmas massal.

Banyak Temuan MBG Bermaslah, KADISDIK Bangkalan : Sekolah Bisa Tolak dan Laporkan ke Kami

 

Kasus ini mencuat di SDN Mljah 2, Bangkalan, pada Selasa (16/9). Saat itu, beberapa siswa sudah telanjur menyantap olahan daging berkuah kecoklatan yang baunya lebih mirip got daripada dapur sehat. Sisanya, menolak makan lantaran tak tahan aroma yang menguar. Guru yang curiga langsung memeriksa dan mendapati fakta pahit: makanan yang diklaim bergizi itu ternyata tak layak konsumsi.

Viral Surat Perjanjian SPPG Dengan Pihak Sekolah : Apabila Terjadi Keracunan Jaga Kerahasiaan Demi Kelancaran Program

 

MBG di Bangkalan Madura terindikasi bermasalah

Photo :
  • -
Mafia BBM di Kepulauan Sumenep Diduga Bergerak Bebas, Pertamina Bungkam?

 

 

Alhasil, distribusi untuk 524 siswa penerima manfaat langsung dihentikan. “Lebih baik anak lapar sebentar daripada harus antre di IGD bersama-sama,” celetuk seorang guru yang enggan disebutkan namanya.

 

Drama serupa terjadi di SMAN 3 Bangkalan. Sekolah ini memilih menarik seluruh kotak makan dari siswa setelah berkoordinasi dengan supervisor. Ironisnya, distribusi MBG ini datang dari dapur penyedia yang sama, SPPG Martajasah, yang ternyata melayani enam sekolah sekaligus. Tak tanggung-tanggung, tiga sekolah dasar di kawasan Mljah kompak menerima “hadiah basi” tersebut.

 

Kepala SMAN 3 Bangkalan, Hendrik Dewantara, menegaskan pihaknya tidak ingin ambil risiko. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkalan, Moh. Yaqub, buru-buru mengeluarkan imbauan agar sekolah selalu memeriksa makanan sebelum disajikan ke siswa. Sebuah imbauan yang seharusnya sudah jadi SOP sejak hari pertama, tapi baru diucapkan setelah aroma basi menyeruak.

 

“Kalau kualitas makanan tidak dijaga, bisa fatal untuk anak-anak,” ujarnya. Sayangnya, pernyataan ini justru terdengar seperti tamparan balik: bukankah menjaga kualitas makanan memang tugas pokok penyedia?

 

Kini publik pun bertanya-tanya: apakah program yang dilabeli “bergizi” ini memang serius dijalankan, atau sekadar proyek besar yang lebih bergizi bagi kantong para penyedia? Sebab, di Bangkalan, makanan gratis yang basi bukan sekadar persoalan dapur, tapi cermin betapa niat baik bisa busuk di tangan yang salah.