Terbukti Palsukan Dokumen Nikah, Pria DPO Ini Masih Berkeliaran Bebas

DPO Satreskrim Polres Sumenep
Sumber :

Sumenep – Ironis dan mencurigakan. Seorang pria bernama Taufiqur Rahman Emes, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen untuk keperluan pernikahan, hingga saat ini masih bebas berkeliaran meskipun telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Sumenep sejak November 2024.

Usai 35KG, Kini Nelayan Masalembu Serahkan 3KG Narkoba

Padahal, menurut informasi yang diperoleh dari keluarga korban, tersangka masih terlihat beraktivitas normal dan bahkan bekerja seperti biasa di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: Ada apa dengan Polres Sumenep?

Kasus ini bermula dari pernikahan antara Noer Zakiyah (pelapor) dan Taufiqur Rahman Emes yang dilangsungkan secara resmi pada 29 Oktober 2023 di kediaman keluarga mempelai wanita, disaksikan oleh keluarga besar dan masyarakat sekitar. Pernikahan tersebut didukung oleh dokumen resmi berupa kutipan akta nikah dari KUA Kecamatan Pragaan.

BNNP Jawa Timur: Temuan 35 Kg Sabu di Perairan Masalembu Diduga Modus Baru Peredaran Narkoba

Namun, hanya berselang beberapa hari setelah pernikahan, fakta mengejutkan terungkap. Taufiqur mengakui kepada istrinya bahwa ia telah lebih dulu menikah dengan wanita lain bernama Bella Pratiwi pada 16 Juli 2023, yang tercatat di KUA Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi. Artinya, Taufiqur telah melakukan pernikahan kedua tanpa izin istri pertama, dan yang lebih parah—diduga menggunakan dokumen palsu untuk menyembunyikan status pernikahan sebelumnya.

Akibat kebohongan ini, keluarga Noer Zakiyah mengalami guncangan sosial dan psikologis yang berat. Reputasi keluarga hancur, dan pernikahan yang baru seumur jagung itu berakhir dengan penghinaan publik.

GARDASATU JATIM APRESIASI TEMUAN 35KG OLEH NELAYAN DAN BABINSA DIPERAIRAN MASALEMBU

Laporan pidana resmi pun telah diajukan ke Polres Sumenep pada Desember 2023 dan diperkuat kembali dengan bukti tambahan pada Juli 2024. Namun hingga saat ini, proses hukum berjalan tersendat, dan keberadaan tersangka belum juga diamankan.

Padahal, menurut keluarga pelapor, alamat lengkap dan aktivitas keseharian tersangka telah dilaporkan kepada penyidik, namun tidak ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Keluarga bahkan mempertanyakan: Apakah ada perlindungan dari oknum di balik lambannya penanganan kasus ini?

Kecurigaan semakin menguat ketika keluarga pelapor mengungkap adanya dugaan keterlibatan oknum di KUA Kecamatan Pragaan dan Pemerintah Desa Pragaan Daya dalam memuluskan dokumen pernikahan kedua Taufiqur. "Kami menduga keras telah terjadi praktik manipulasi dan penyalahgunaan wewenang," tegas pihak keluarga dalam keterangannya.

Apakah benar terjadi praktik "main mata" antara tersangka dan pejabat setempat, serta aparat hukum yang seharusnya menegakkan keadilan? Jika benar, maka ini bukan lagi sekadar kasus pemalsuan, melainkan sebuah konspirasi kejahatan administratif yang melibatkan jaringan oknum berkuasa.

Keluarga korban dan masyarakat mendesak Kapolres Sumenep dan jajaran untuk segera menindaklanjuti kasus ini tanpa pandang bulu dan tanpa intervensi. Tersangka yang sudah berstatus DPO harus segera ditangkap, dan semua pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku.

Apabila penanganan terus dihambat, keluarga pelapor mengancam akan membawa kasus ini ke ranah yang lebih tinggi — termasuk ke Polda Jatim, Kompolnas, hingga Komnas Perempuan, serta menggalang dukungan masyarakat melalui media massa dan media sosial.

 “Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus memperjuangkan keadilan, bukan hanya untuk anak kami, tetapi untuk semua perempuan yang berpotensi menjadi korban kebohongan dan pemalsuan seperti ini.” – pernyataan tegas dari keluarga pelapor.

Keadilan bukan hanya tentang hukum tertulis, tetapi tentang keberanian menegakkan kebenaran di hadapan tekanan dan kekuasaan. Kasus ini bukan hanya tentang satu tersangka, tapi juga tentang integritas institusi hukum kita. Apakah aparat kepolisian dan lembaga negara akan berpihak pada keadilan? Ataukah diam demi menjaga kepentingan oknum?