Nase’ Jagung Gangan Maronggi: Sajian Penawar Rindu Rumah dari Bumi Sumenep
- Diaz Rizal, S.TP.
Sumenep – Selalu memiliki cara istimewa untuk membuat anak-anak daerahnya yang merantau merasa rindu dan kembali ke pelukannya. Selain melalui keindahan alam yang memikat, kuliner rumahan juga menjadi pengingat akan hangatnya suasana rumah. Salah satu sajian khas yang kerap dirindukan oleh para perantau adalah nase’ jagung gangan maronggi (nasi jagung kuah kelor).
Hidangan ini memadukan nasi jagung yang lembut dengan rasa manis khas jagung serta gurihnya kuah daun kelor. Ditambah dengan pelengkap berupa ikan bakar dan sambal kecambah petis Madura, sajian ini menghadirkan pengalaman kuliner yang tidak hanya memuaskan selera tetapi juga membangkitkan kenangan.
Sebagai kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Madura, Sumenep dikenal dengan lanskap alam khasnya, berupa lahan kering dan berkapur. Kondisi tanah tersebut mendukung pertumbuhan tanaman kelor, yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap lingkungan minim nutrisi. Maka tak heran jika kelor tumbuh subur di Sumenep dan menjadi bagian dari tradisi kuliner lokal, termasuk dalam hidangan legendaris nase’ jagung gangan maronggi.
Kekayaan Gizi Daun Kelor
Di balik kesederhanaannya, daun kelor menyimpan kekayaan gizi yang luar biasa. Menurut Diaz Rizal, S.TP., mahasiswa pascasarjana Universitas Brawijaya Malang, daun kelor mengandung protein, termasuk 18 jenis asam amino, dengan 9 di antaranya merupakan asam amino esensial. Selain itu, daun kelor kaya akan mineral seperti kalsium, zat besi, dan selenium, yang penting untuk pembentukan tulang, transportasi oksigen dalam tubuh, dan aktivitas antioksidan.
Daun kelor juga mengandung vitamin E dan beta-karoten, yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan mata. Kehadiran senyawa antioksidan seperti polifenol dan asam lemak omega-3 menjadikan kelor tidak hanya lezat, tetapi juga sangat bergizi.
Jagung, Simbol Kehidupan Masyarakat Sumenep
Jika kelor memikat dengan nilai gizinya, jagung hadir sebagai simbol kehidupan masyarakat Sumenep yang erat kaitannya dengan tradisi dan kearifan lokal. Sebagai hasil bumi utama, jagung telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumenep. Kondisi tanah kering dan berkapur di daerah ini sangat cocok untuk budidaya jagung, menjadikannya bahan makanan pokok yang melimpah dan mudah diolah.
Makna Filosofis di Balik Hidangan
Nase’ jagung gangan maronggi bukan sekadar sajian kuliner. Hidangan ini menyimpan nilai filosofi mendalam tentang kearifan lokal dan budaya masyarakat Sumenep. Setiap suapan menghadirkan kenangan tentang kebersamaan keluarga di lincak (bangku bambu), disertai tawa dan cerita hangat. Hidangan ini menjadi simbol harmoni antara alam dan manusia, mengajarkan pentingnya menghargai hasil bumi lokal sebagai sumber gizi sekaligus identitas budaya.
Korelasi antara masyarakat Sumenep dengan hasil buminya, seperti kelor dan jagung, mencerminkan keselarasan yang menjadi kekuatan lokal. Sajian ini bukan hanya menggambarkan kekayaan rasa lokal, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata kuliner yang memperkenalkan pesona budaya Madura kepada dunia.
Melalui kandungan gizi yang tinggi dari kelor dan jagung, nase’ jagung gangan maronggi dapat menjadi solusi pangan lokal yang sehat dan berkelanjutan. Mempertahankan dan mempromosikan hidangan ini berarti merawat warisan leluhur sekaligus memperkuat identitas budaya dan ekonomi masyarakat lokal.
Mari bersama-sama menjaga, mendukung, dan membanggakan kuliner Nusantara seperti nase’ jagung gangan maronggi, sebagai wujud cinta terhadap tanah air dan upaya melestarikan warisan budaya Indonesia.