Makna "Tajin Sorah "  Pada 1 Muharram 1447 H

Tajin Sorah khas Sumenep
Sumber :

Sumenep – Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriah,  Kabupaten Sumenep, Madura, merayakannya dengan membuat tajin sorah atau bubur suro. Sajian khas ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakat Madura, khususnya di wilayah Sumenep.

 

Tradisi membuat tajin sorah setiap peringatan Muharram masih dijaga secara turun-temurun. Bubur khas ini tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga menjadi simbol rasa syukur dan pengingat sejarah keislaman, terutama peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada para Nabi.

 

Moh Arif Akbar, warga Desa Pamolokan, menyampaikan bahwa masyarakat di Madura, terutama Sumenep, selalu membuat tajin sorah untuk dibagikan kepada keluarga, kerabat, dan tetangga terdekat.

 

“Tradisi ini adalah bentuk rasa syukur atas datangnya Tahun Baru Islam. Kalau di Jawa disebut bubur suro, di Madura kita menyebutnya tajin sorah,” ujarnya.

 

Menurut Arif, tradisi ini juga memiliki nilai sejarah dan religi yang kuat. Tajin sorah kerap dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam, seperti kisah perjuangan para Nabi dan berbagai kejadian alam di masa lalu.

 

 

IG/wearesumenep-

Photo :
  • -

 

 

“Kalau dulu dikaitkan dengan hal mistik, sekarang kami memaknainya sebagai momen untuk mengambil hikmah dan keteladanan dari kisah para Nabi,” tambahnya.

 

Dalam proses pembuatannya, tajin sorah dibuat dengan kombinasi berbagai bahan untuk menciptakan tampilan dan cita rasa yang menarik. Selain bubur, sajian ini biasanya dilengkapi dengan suwiran ayam, kereng tempe kentang, ikan asin, telur rebus, daging, serta berbagai jenis kacang-kacangan sebagai pelengkap.

 

“Tradisi ini tidak hanya hidup di Madura, tetapi juga dikenal luas di Pulau Jawa. Namun, masyarakat Sumenep tetap menjaga keasliannya secara turun-temurun,” pungkas Arif.

 

Tajin Sorah bukan sekadar sajian, melainkan bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Madura yang terus hidup seiring perjalanan waktu.