Program UPLAND Kementan Berpotensi Jadi Ladang Korupsi di Sumenep

Aktivis Madura, Nurahmat
Sumber :

Sumenep Program UPLAND (Upscaling Program for Land and Agricultural Development) yang digagas Kementerian Pertanian (Kementan) RI dan dilaksanakan di Kabupaten Sumenep, Madura, pada tahun anggaran 2025, diduga kuat berpotensi menjadi ladang praktik korupsi.

 

Program yang sejatinya berbasis swadaya dan bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani ini, justru dinilai sarat dengan perbuatan melawan hukum.

 

Menurut aktivis Nurahmat, pemotongan dana bantuan yang dialami oleh kelompok tani dalam program tersebut bervariasi, dengan nominal minimal sebesar 20 persen, bahkan bisa lebih.

 

“Sudah jelas ini mengarah pada praktik korupsi. Setiap kelompok dipotong minimal 20 persen, dan ironisnya, mereka juga dikondisikan dalam pembelanjaan,” tegas Nurahmat, Senin (30/6).

 

Nurahmat menjelaskan bahwa pada tahun ini, program UPLAND diproyeksikan di empat kecamatan di Kabupaten Sumenep. Namun, alih-alih dijalankan sesuai mekanisme swadaya oleh Gabungan Kelompok Tani (Gakpoktan), sejumlah oknum justru mengarahkan dan memonopoli pembelanjaan.

 

“Sudah dipotong, lalu pembelanjaan pun tidak bebas. Seharusnya ini kan berbasis swadaya, tapi justru semua diatur oleh oknum tertentu. Padahal Gakpoktan yang harusnya berperan penuh dalam teknis belanja,” ujarnya.

 

Atas kondisi tersebut, Nurahmat menyatakan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia menegaskan akan segera mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Pertanian dan juga berencana menyampaikan laporan langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

 

“Program UPLAND ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Tapi mari kita evaluasi bersama, apakah benar-benar memberi dampak pada kesejahteraan petani? Pemerintah pusat sedang gencar mengkampanyekan ketahanan pangan. Jangan sampai ini hanya menjadi proyek seremonial tanpa hasil nyata,” tandasnya.

 

Pernyataan Nurahmat ini menambah panjang daftar sorotan publik terhadap pelaksanaan berbagai program pertanian di daerah, khususnya di Sumenep, yang kerap dikritik karena lemahnya pengawasan dan minimnya transparansi.